Rasa rindu orang-orang Anshar kepada sang idola, yakni Rasulullah saw, membuat mereka tanpa pikir panjang bergegas keluar rumah menuju ke daerah yang ditunjuk lelaki Yahudi itu. Mereka paham yang dimaksud lelaki Yahudi itu adalah Rasulullah Muhammad Saw.
Dengan mengacungkan senjata, menghentakkan kaki ke tanah, orang-orang Anshar melantunkan syair “thalaal badru” untuk menyambut Nabi. Mereka tidak langsung membawa Nabi memasuki kota Madinah, tetapi dihampirkan terlebih dulu ke kediaman Bani Amr bin Auf yang di kelilingi deretan pohon kurma.
Rasulullah tak langsung masuk rumah melainkan memilih beristirahat di tengah kebun kurma, yang beliau sebut sebagai kebun al-mustazdaq. Abu Bakar dengan cekatan mengangkat surbannya dan membentangkannya di atas tempat duduk manusia muli yang kelak menjadi menantunya ini. Tujuannya supaya sinar matahari yang menembus dedahanan kurma tidak menyilaukannya dari pandangan orang-orang yang sedang mengerumuni beliau.
Tiba-tiba mata Rasulullah saw tertuju ke sebuah mata air yang mengalir bening di sebelah tempat duduknya. Beliaupun menunjuknya seraya berucap: “itu sumur Azdaq”. Mendengar hal itu orang Anshar pun bergegas mengambilkan air dari sumur Azdaq untuk junjungan barunya ini.
Rasulullah saw tampak menyukai kebun al-mustazdaq yang dialiri air dari sumur Azdaq. Masyarakat Anshar pun bahagia dan menganggap tempat ini diberkahi karena kegembiraan Rasulullah saw dengan adanya sumur Azdaq.
Artikel asli : alif.id