Jelas ini pekerjaan tidak mudah, terlebih bagi ayah muda yang baru dikaruniai bayi. Seorang sahabat bercerita tentang pengalamannya membantu istri ngurus bayi di malam hari.
“Yang seruunya buat mata perih kayak kena gas air mata waktu ganti popok jam 1-4 malaam,” ucapnya sembari tertawa bahagia karena ia mampu melalui masa tersebut dengan sukses.
Bahkan para suami tak perlu merasa risih membantu kegiatan istri, tatkala pasangannya itu memang dalam keadaan padat pekerjaan. Bahkan sekedar mencuci piring, memasak air, membuat telor dadar, sudah ikut meringankan bebannya.
Namun demikian, Islam tetap mengatur bagaimana semua bisa berjalan secara proporsional. Jangan sampai atas dalih membantu istri, ibadah terhambat.
“Rasulullah, biasa melayani keperluan keluarganya, lantas ketika waktu sholat tiba, beliau pergi meninggalkan sholat.“ (HR. Bukhari).
Sederhananya, istri juga harus ikut membantu mengingatkan suami untuk tidak teledor dalam ibadah.
Misalnya, kala suami bangun di tengah malam karena membantu mengurus bayi dan kala adzan Shubuh tiba, karena kelelahan suami tidak terbangun, sangat baik jika istri membantunya untuk bangun dan bersegera mendirikan sholat.
Di sini dapat diambil catatan penting bahwa sekalipun Rasulullah meneladankan dan menganjurkan kaum bapak membantu pekerjaan istri di rumah, tidak berarti kemudian istri berharap apalagi mengandalkan bantuan suami.
Sebab bagaimanapun suami punya tugas dan kewajiban yang ia tak boleh lalai dalam menjalankannya, terutama dalam hal urusan sholat.
Selain itu, kondisi setiap suami tidak sama. Ada suami yang memang cakap dalam pekerjaan-pekerjaan teknis, sehingga masalah apapun di dalam rumah, seperti plafon rusak, genting rumah tergeser, bisa ditanganinya sendiri.
Tetapi, ada juga suami yang tidak memiliki kapasitas seperti itu, maka tidak sepatutnya seorang istri menuntut bantuan seperti mereka yang dikaruniai Allah kemampuan tersebut.
Di sinilah suami istri itu disebut berpasangan, karena yang istri tidak mampu, suami hadir membantu. Dan, apa yang suami tidak miliki, istri tak sibuk menuntut dan menggerutu karenanya.
Dan, yang tidak kalah penting adalah bagaimana jika keduanya fokus pada kewajiban masing-masing, suami sibuk bagaimana agar bisa membantu istri, dan istri sibuk bagaimana taat dan hormat kepada sang suami.
Niscaya rumah tangga akan terasa indah dan kehidupan bahagia dunia-akhirat benar-benar bisa dirasakan di dalam rumah sendiri.
Catatan terakhir bagi para suami alias bapak, Rasulullah berpesan, “Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik kepada keluarganya dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian bagi keluargaku.” (HR. Abu Dawud).
Membantu pekerjaan istri bukanlah hal memalukan dan menurunkan wibawa suami. Sebaliknya makin menguatkan ikatan dan romantisme. Semoga Allah bimbing kita (para suami) dapat berbuat baik kepada keluarga.
Wallahu a’lam.
Sumber: kabarmakkah.com