Shafiyah binti Huyay: Istri Rasulullah, Putri Pemimpin Yahudi yang Masuk Islam

  • Share

Rasulullah menjelaskan semuanya pada Shafiyah secara detail sampai Sofiyah merasa tenang dan menghilangkan kebencian itu. Shafiyah bercerita dalam sebuah Riwayat, “Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi, dan sejak saat itu tidak ada orang yang paling aku cintai melebihi cintaku pada Rasulullah SAW,” kenang Sofiyah. Ia menceritakan kejadian tersebut pada muridnya.

Melihat Shafiyah yang hanya diam tanpa komentar, Rasulullah langsung memberikan pilihan padanya, “Pilihlah, wahai Shafiyah. Jika engkau memilih Islam, maka aku akan menikahimu. Dan jika engkau tetap memilih Yahudi, maka aku akan tetap membebaskanmu sehingga engkau dapat kembali ke kaummu.”

“Wahai Rasulullah aku sudah lama menyukai Islam dan percaya padamu sebelum engkau mengajakku. Aku sudah tidak tertarik lagi pada agama Yahudi. Ayahku sudah tiada, saudara pun juga tidak ada, sedangkan engkau memberiku pilihan antara kafir dan Islam? tentu saja Allah dan Rasulnya lebih aku senangi dari pada kebebasan dan kembali pada kaumku,” jawab Sofiyah dengan penuh keyakinan.

Mendengar respon Shafiyah, Rasulullah merasa lega dan menepati perkataan beliau. Rasulullah terlebih dahulu memerdekakan Shafiyah, kemudian beliau menikahinya.

Para perempuan yang ikut dalam rombongan perang Khaibar mempersiapkan Shafiyah sebagai pengantin di malam itu. Salah satunya adalah Ummu Sinan al-Aslamiyah, sahabat Nabi yang menyediakan minuman dan mengobati para sahabat yang terluka dalam perang.

Ummu Sinan berkata, “Akulah yang menyisir rambutnya dan memberinya parfum, malam itu Shafiyah terlihat paling cantik dan bersinar di antara semua perempuan. Ketika sudah pagi, aku bertanya pada Sofiyah tentang malam pengantinnya,” Shafiyah menjawab, “Rasulullah sangat senang, kami tidak tidur semalaman dan terus berbincang-bincang sampai pagi,” ungkap Sofiyah dengan riang.

Keesokan harinya Rasulullah SAW mengumumkan pernikahannya pada para sahabat dan mengadakan walimah (resepsi) dengan membagi-bagikan kurma, keju, dan roti. Rasulullah mengumpulkan para sahabat dan berkata pada mereka, “Makanlah jamuan ini, ini adalah walimah dari ibu kalian (Shafiyah binti Huyay)”.

Rasulullah SAW bermukim di perjalanan menuju Madinah selama tiga hari tiga malam. Setelah itu beliau melanjutkan perjalanannya menuju Madinah bersama dengan kaum muslimin.

Anas bin Malik bercerita, “Aku melihat Rasulullah meletakkan pelana di untanya. Lalu beliau naik, dan membiarkan lutut beliau menjadi pijakan bagi Shafiyah, sampai Shafiyah naik dan dibonceng oleh Nabi. Saat itu Nabi menutupi Sofiyah dengan hijab, sebagai tanda bahwa ia adalah Ummul Mukminin,” kata Anas menceritakan kejadian yang dilihatnya sewaktu kecil pada perang Khaibar.

Peristiwa pernikahan Nabi dengan putri Yahudi ini terjadi pada tahun 7 H atau 629 M. Saat itu Shafiyah baru akan menginjak umur 17 tahun. Di usianya yang masih muda, Shafiyah telah menjadi janda sebanyak 2 kali. Suami pertamanya bernama Sallam bin Misykam, pernikahan itu berakhir dengan perceraian, kemudian Sofiyah kembali menikah lagi dengan Kinanah yang kemudian terbunuh pada perang Khaibar.

Menurut beberapa cendekiawan, mimpi Shafiyah melihat bulan di pangkuannya merupakan sebuah pertanda bahwa ia kelak akan menjadi wanita mulia. Di samping itu, Shafiyah adalah seorang perempuan yang cerdas, ia menjadi kebanggaan ayah dan keluarganya. Shafiyah telah mengetahui kebenaran Nabi Muhammad dari percakapan ayah dan pamannya. Ayahnya mengakui kebenaran Rasulullah yang sesuai dengan informasi dalam kitab Taurat, namun sang ayah bersikukuh untuk memusuhi nabi.

Berbeda dengan putrinya, Shafiyah. Kecerdasannya menuntun Shafiyah pada Islam dan menerima agama ini dengan mudah dan tanpa memiliki persyaratan apapun. Hatinya telah dipenuhi dengan kerinduan pada Islam bahkan sebelum Nabi mengajaknya. (AN)

Wallahu a’alam.

Artikel asli : islami.co

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *