Syekh Ahmad Basyir (Mbah Penghulu Bojonegoro) merupakan syaikhu masyayikh (kiai dari para kiai). Beliau adalah guru dari KH Abu Dzarrin (Kendal, Dander) dan KH Muhammad Sholeh (Talun, Sumberrejo). Kontribusinya cukup besar dalam membangun atmosfer pendidikan Islam di bumi Bojonegoro, Jawa Timur. Meski, belum banyak yang tahu siapa sosok “Mbah Penghulu” yang sesungguhnya.
Nama Syekh Basyir melekat pada sebuah lembaga pendidikan di awal abad 20, yakni Madrasatul Ulum (berada di lingkungan Masjid Besar Darussalam Bojonegoro). Nama Syekh Basyir serupa mitos. Kerap muncul di manakib ulama-ulama besar sebagai seorang guru, tapi sosoknya tersembunyi dan tak banyak yang tahu.
KH Abu Dzarrin (1894-1959) adalah ulama kharismatik Kota Bojonegoro yang melahirkan banyak sekali ulama-ulama besar. Hampir semua ulama Kota Bojonegoro mayoritas bersanad ilmu pada beliau. Dalam manakib KH Abu Dzarrin, tercantum nama seorang guru yang cukup berpengaruh pada kealimannya. Guru itu bernama Kiai Basyir, seorang pengasuh lembaga bernama Madrasatul Ulum Bojonegoro.
Mbah Abu Dzarrin tercatat pernah belajar di Madrasatul Ulum yang diasuh Kiai Basyir pada periode 1909-1913. Bahkan, pada 1913, Kiai Basyir meminta santrinya tersebut untuk membantu mengajar di Madrasatul Ulum. (Di era inilah, KH Muhammad Sholeh Talun masuk menjadi santri baru Madrasatul Ulum, dan kemudian berguru pada Kiai Basyir dan Kiai Abu Dzarrin).
Hubungan Kiai Basyir dan Mbah Abu Dzarrin cukup dekat. Bahkan, Kiai Basyir adalah pendorong utama sekaligus sosok yang membantu santrinya itu untuk berdakwah dan membangun pondok pesantren di Desa Kendal Kecamatan Dander Bojonegoro (cikal bakal Pondok Pesantren Abu Dzarrin Bojonegoro).
Hal ini menjadikan nama Kiai Basyir sempat masyhur sebagai Kiai Basyir Kendal. Meski, tak ada riwayat yang mengatakan Kiai Basyir benar-benar pernah menetap di Desa Kendal, Kecamatan Dander, Bojonegoro. Bahkan, tak ada bukti otentik Kiai Basyir disemayamkan di Kendal, Dander, Bojonegoro. Ini memicu nama Kiai Basyir kian menjadi misteri.
KH Sholeh Talun (1902-1992) adalah ulama kharismatik pendiri Pondok Pesantren At-Tanwir Bojonegoro. Mbah Sholeh Talun melahirkan cukup banyak santri yang kelak menjadi ulama-ulama besar di Kota Bojonegoro. Dalam manakib KH Sholeh Talun pun, nama Kiai Basyir juga disebut sebagai guru kharismatik yang mengajarnya di pesantren Madrasatul Ulum. Beliau belajar pada Kiai Basyir pada tahun 1915-1916 masehi.
KH Zuber Umar (1908-1990) adalah ulama ahli falak asal Bojonegoro yang pernah menjadi pengajar di Universitas Al Azhar Mesir. Beliau adalah pendiri IAIN Salatiga dan dikenal mufti Salatiga. Dalam manakib Mbah Zuber Umar, nama Kiai Basyir juga disebut sebagai guru yang mengajarinya di awal-awal pencarian ilmu. Mbah Zuber Umar tercatat pernah belajar pada Kiai Basyir pada 1916-1921 di Madrasatul Ulum.
Nama Kiai Basyir selalu disemat sebagai guru dari ulama besar Kota Bojonegoro. Santri-santrinya kelak jadi pilar masyayikh. Mbah Basyir juga memiliki peran yang sangat sentral dalam perkembangan pendidikan Islam di Kota Bojonegoro. Namun, tak banyak yang diketahui dari sosok Mbah Basyir, kecuali julukan misterius: Mbah Penghulu Bojonegoro.
Kakak Kandung Syekh Sulaiman Kurdi
Sosok ulama berjuluk Mbah Penghulu Bojonegoro memiliki nama asli KH Ahmad Basyir atau Syekh Ahmad Basyir (1871-1966). Beliau lahir di Dusun Bringan, Kawedanan, Padangan. Saat ini, daerah itu masuk wilayah Desa Beged, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro.
Syekh Ahmad Basyir adalah kakak kandung dari Syekh Sulaiman Kurdi (ulama Bojonegoro yang jadi pengajar di Makkah pada Abad 20). Syekh Ahmad Basyir adalah anak ke-5 dari KH Abdul Qodir. Sementara Syekh Sulaiman Kurdi adalah anak ke-11 (anak terakhir).
Baca juga: Syekh Sulaiman Kurdi, Ulama Bojonegoro yang Mengajar di Makkah pada Abad 20
Nasab lengkapnya, Ahmad Basyir bin Abdul Qodir bin Munada Mrayung bin Mizan bin Abdul Qohar Ngampel Blora. KH Ahmad Basyir adalah keturunan ke-4 dari Syekh Abdul Qohar Ngampel Blora. Sementara dalam keterangan lain, nasab beliau adalah Ahmad Basyir bin Abdul Qodir bin Abdurrohman bin Syekh Sahidin (Syihabuddin) Padangan.
Serupa Syekh Sulaiman Kurdi, Syekh Ahmad Basyir memiliki dua catatan nasab. Hal ini karena ayah mereka, KH Abdul Qodir, sejak kecil diasuh di Tlatah Padangan oleh Syekh Abdurrohman. Sehingga Ahmad Basyir maupun Sulaiman Kurdi, tercatat sebagai cucu Syekh Abdurrohman Padangan.
Ini alasan kenapa dalam kitab Jawahirul Hisan fi Tarajum al-Fudhala karya Syekh Zakaria Billah Makkah (kitab yang menghimpun nama-nama ulama Nusantara di Makkah), Syekh Sulaiman Kurdi mencantumkan keterangan nasab yang kedua, yakni: Sulaiman Kurdi bin Abdul Qodir bin Syekh Abdurrohman bin Syihabuddin (Sahidin) Padangan.
Syekh Basyir (Mbah Penghulu) wafat pada tahun 1966 di usia yang ke-95. Beliau dimakamkan di Makbaroh Bringan, Desa Beged, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro. Kelak, perjuangan dakwah Syekh Ahmad Basyir diteruskan oleh putranya yang bernama KH Maemun Basyir.
Sanad Ilmu Syekh Ahmad Basyir
Sejak kecil, Mbah Basyir dididik ayahnya, KH Abdul Qodir, sekaligus kakeknya, Syekh Abdurrohman Padangan yang merupakan pilar penting Masyayikh Kuncen Padangan. Dari lingkungan dan didikan Syekh Abdurrohman inilah, kelak keluarga KH Abdul Qodir dikenal sebagai para ulama penyebar Islam, seperti Syekh Ahmad Basyir dan Syekh Sulaiman Kurdi.
Setelah belajar pada keluarga dan masyayikh Kuncen, Mbah Basyir melanjutkan proses menuntut ilmu pada KH Hasyim Padangan. Mbah Basyir termasuk santri generasi awal yang dididik secara langsung di pondok pesantren KH Hasyim Padangan.