Ini cerita pada zaman Nabi. Cerita tentang sebuah tangisan yang membuat langit berguncang dan bergetar. Tangisan ini bahkan membuat para penghuni langit turut menitikkan air mata. Bagaimana hal itu bisa terjadi?
Suatu ketika Rasulullah tawaf di Ka’bah. Beliau mendengar seorang Badui (orang Arab pinggiran) berzikir.
“Ya Karim! Ya Karim!” bunyi zikir orang Badui itu.
Rasulullah pun menirukannya sebab beliau merasa zikir itu terasa begitu dalam.
Mendengar ada orang yang mengikuti zikirnya, orang Badui itu terdiam. Menoleh sejenak ke arah orang yang menirunya, lalu pergi menjauh. Orang Badui itu merasa Rasul sedang mengolok-oloknya.
Rasulullah ternyata mengikuti langkah orang Badui itu. Beliau berhenti di tempatnya berdiri dan turut serta berzikir.
Sontak, orang Badui itu kesal.
“Kau sengaja mengejekku, Wahai Orang Tampan. Karena aku Badui? Kalau begitu terus, pasti kulaporkan ke junjunganku, Nabi Muhanmmad.”
Rasulullah tersenyum. “Tidakkah engkau mengenali Nabimu, Arabiy?”
Ia menggeleng.
“Lalu, bagaimana kau beriman kepadanya?”
“Saya percaya dengan sepenuh hati, meskipun belum pernah sekalipun melihatnya langsung,” jawabnya mantap.
Rasulullah mendekat, jarak mereka kurang dari beberapa senti saja.
“Wahai, Saudaraku. Ketahuilah aku Muhammad, Nabimu, penolongmu kelak di akhirat!”
Orang Badui itu kaget, seakan tidak percaya. Ia melihat dengan seksama sosok Rasulullah, begitu dekat. Ini persis seperti yang diceritakan orang, pikirnya.
Ia pun sujud, mencium kaki Nabi. Rasul seketika menarik tubuh orang Badui itu.
“Saudaraku, tidak usah seperti ini. Aku bukan juragan, engkau bukan hamba sahaya. Allah mengutusku bukan jadi orang yang sombong dan minta dihormati,” ujar Rasulullah.
Ketika itulah, Malaikat Jibril turun menemui Muhammad. Jibril membawa berita dari langit untuk Nabi.
“Wahai, Nabiku. Allah mengirimkan salam mengucapkan salam kepadamu dan berfirman: ‘Katakanlah kepada orang Arab itu, agar dia tidak terpesona dengan belas kasih Allah. Ketahuilah bahwa Allah akan menghisabnya di hari Mahsyar nanti, akan menimbang semua amalannya, baik yang kecil maupun yang besar’!”
Setelah menyampaikan berita itu, Jibril kemudian pergi. Maka orang Badui itu pula berkata:
“Demi keagungan serta kemuliaan Allah, jika Allah akan membuat perhitungan atas amalan hamba, maka hamba pun akan membuat perhitungan dengannya!” kata orang Badui itu.
Rasul kaget. “Apa yang akan engkau perhitungkan dengan-Nya?”
“Jika Allah akan memperhitungkan dosa-dosa hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa kebesaran ampunannya,“ jawab orang itu.
Orang Badui itu menatap Rasul dengan lekat, lalu melanjutkan perkataannya.
“Jika Allah memperhitungkan kemaksiatan hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa luas pengampunan-Nya. Jika Dia memperhitungkan kekikiran hamba, maka hamba akan memperhitungkan pula kedermawanan-Nya!“
Mendengar ucapan orang Badui itu, Rasulullah pun sesenggukan. Air mata beliau meleleh membasahi janggutnya. Perkataan orang Badui itu benar sekali.
Lantaran itu Malaikat Jibril turun lagi.
“Ya Muhammad! Allah yang Maha Pengasih menyampaikan salam kepadamu, Dia berpesan: Berhentilah engkau menangis!”
“Sesungguhnya karena tangismu, penjaga Arsy (langit) lupa dari bacaan tasbih dan tahmidnya, sehingga langit bergoncang, bergetar. Katakan kepada temanmu itu, Allah tidak akan menghisab dirinya, juga tidak akan memperhitungkan kemaksiatannya. Allah sudah mengampuni semua kesalahannya. Kelak, ia bersama di surga-Nya.”
Rasul pun memeluk orang Badui itu dan menceritakan apa yang dikatakan Jibril. Badui itu pun menangis terharu. Langit berguncang dan bergetar karena tangisan Nabi. wallahu a’lam bisshowab
Artikel asli : kompas.tv