Hati-Hati! Suuzan Jadi Pengundang Musibah

  • Share

Berburuk sangka atau suuzan menjadi salah satu penyakit hati. Padahal belum tentu apa yang disangkanya itu benar. Bahkan bisa jadi diri sendiri lebih buruk darinya.

Jikapun itu betul, maka jangan sampai setan menguasai hati dan terus berburuk sangka. Justru sebaliknya, berikan nasihat yang baik dengan cara yang santun. Ustaz Amru Hamdani dalam tulisannya di grup kajian dikutip pada Senin (25/1/2020) menceritakan sebuah kisah.

Imam Makhul mengatakan,

“رَأَيْتُ رَجُلًا يَبْكِي فِي صَلَاتِهِ، فَاتَّهَمْتُهُ بِالرِّيَاءِ، فَحُرِمْتُ الْبُكَاءَ سَنَةً”

“Aku melihat seorang menangis dalam sholatnya, kemudian aku menuduhnya melakukan itu karena riya’, setelah itu, aku terhalangi untuk menangis selama setahun”. (Al-‘Uqubaat, hal 63)

Ada sebuah pelajaran penting dari Syeikh Al-Buthi mengenai hal ini, beliau suatu kali pernah bercerita:

“Aku mengenal seorang pemuda yang sering hadir di kajianku, beliau memiliki janggut yang tebal, insya Allah, dia orang yang saleh. Suatu kali aku melihat pemuda itu dengan keadaan jenggot yang sangat tipis, sepertinya dia menipiskan jenggotnya. Lalu, dalam hatiku terbesit, ‘Engkau dahulu memiliki janggut yang tebal, mengapa engkau mencukurnya hingga tipis seperti ini? Jika dari awal penampilanmu seperti itu, maka tidak mengapa, tapi mengapa sekarang engkau tipiskan?’

Kemudian, selang beberapa lama dari kejadian itu, Allah ingin mengajarkanku sebuah adab, aku diuji dengan sesuatu yang aku kritik tadi.

Allah mengujiku dengan kesalahan tukang cukurku, hingga dia menipiskan janggutku jauh melebihi yang biasanya, dan aku tidak berdaya melakukan apa-apa ke tukang cukur itu. Setelah aku rasa kesal dengan tukang cukur itu, aku kemudian ingat apa yang pernah terbesit di hatiku saat mengkritik pemuda itu.”

Kemudian beliau menasehati, “Janganlah kalian sibuk dengan keburukan yang nampak dari orang lain, jangan suka mengkritik orang dengan hanya melihat secara zahir, walaupun dari hati, lebih baik kalian menasihatinya secara langsung dan bertanya, sungguh tidaklah aku diuji demikian, kecuali aku pernah mengkritik seorang karena hal itu, semoga Allah memberikan kita adab bagaimana bermuamalah dengan hamba-hambaNya. ”

Hikmah yang dapat dipetik, sebenarnya kita tidak perlu menyibukkan diri dengan kesalahan yang tampak dari orang lain, lebih-lebih kesalahan yang tak tampak dan tersembunyi.

Perlu diketahui bahwa semakin menutup hati dari menilai dan menghukumi aib-aib orang lain, maka semakin Allah jaga kita dari aib dan dosa-dosa tersebut.

Sebaliknya, semakin kita giat melirik dan menilai keburukan-keburukan orang lain, maka Allah akan mudahkan kita melakukan aib dan dosa-dosa itu. Cepat maupun lambat.

Imam Ibnu Sirin pernah bercerita:

“عيرت رجلا، وقلت : يا مفلس!، فأفلست بعد أربعين سنة”

“Dahulu aku pernah mencela seseorang, aku mengatakan, “wahai orang yang bangkrut!”, setelah 40 tahun, kemudian akulah yang bangkrut”

Imam Hasan Al Bashri juga memberikan pesan yang hampir mirip, beliau mengatakan:

“مَنْ رَمَى أَخَاهُ بِذَنْبٍ قَدْ تَابَ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْهُ، لَمْ يَمُتْ حَتَّى يُبْتَلَى بِهِ”

“Barangsiapa yang menuduh saudaranya dengan suatu dosa, padahal ia telah tobat darinya, maka ia tidak akan mati sebelum ditimpa dengan dosa tersebut.”

Jadi berhentilah suuzan, menuduh, menghina, mencela, dan menggibah keburukan orang di sekliling.

“Jika kita tidak sengaja melihat keburukan orang lain, lebih baik jangan kita hiraukan, segera buang pandangan, berusahalah untuk menutup semua celah suuzan yang berpeluang menjerumuskan hati kita untuk menilainya buruk, dan kemudian berakhir di jurang gibah dan fitnah. Semua itu adalah kecelakaan,” sebutnya.

Jika kita tak sengaja mendapat berita tentang keburukan saudara kita, maka cukup katakan

“غفر الله لنا و له”

“”Semoga Allah mengampuni kita dan dia”, selesai, kemudian ganti topik pembicaraan. Jangan sampai kita dipermainkan oleh setan jin .

Dari hal ini, pantas Ibrohim An Nakho’i dahulu mengatakan:

(إني لأرى الشيء أكرهه؛ فما يمنعني أن أتكلم فيه إلا مخافة أن أبتلى بمثله)

“Sungguh, ketika aku melihat hal yang aku benci, tidak ada yang menghalangiku untuk membicarakannya kecuali karena aku takut akan ditimpa seperti itu”

Mengetahu aib seorang muslim adalah ujian, akankah kita menutupinya jika suatu saat kita tidak suka padanya.

Artikel asli : okezone.com

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *