“Dahulu aku pernah mencela seseorang, aku mengatakan, “wahai orang yang bangkrut!”, setelah 40 tahun, kemudian akulah yang bangkrut”
Imam Hasan Al Bashri juga memberikan pesan yang hampir mirip, beliau mengatakan:
“مَنْ رَمَى أَخَاهُ بِذَنْبٍ قَدْ تَابَ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْهُ، لَمْ يَمُتْ حَتَّى يُبْتَلَى بِهِ”
“Barangsiapa yang menuduh saudaranya dengan suatu dosa, padahal ia telah tobat darinya, maka ia tidak akan mati sebelum ditimpa dengan dosa tersebut.”
Jadi berhentilah suuzan, menuduh, menghina, mencela, dan menggibah keburukan orang di sekliling.
“Jika kita tidak sengaja melihat keburukan orang lain, lebih baik jangan kita hiraukan, segera buang pandangan, berusahalah untuk menutup semua celah suuzan yang berpeluang menjerumuskan hati kita untuk menilainya buruk, dan kemudian berakhir di jurang gibah dan fitnah. Semua itu adalah kecelakaan,” sebutnya.
Jika kita tak sengaja mendapat berita tentang keburukan saudara kita, maka cukup katakan
“غفر الله لنا و له”
“”Semoga Allah mengampuni kita dan dia”, selesai, kemudian ganti topik pembicaraan. Jangan sampai kita dipermainkan oleh setan jin .
Dari hal ini, pantas Ibrohim An Nakho’i dahulu mengatakan:
(إني لأرى الشيء أكرهه؛ فما يمنعني أن أتكلم فيه إلا مخافة أن أبتلى بمثله)
“Sungguh, ketika aku melihat hal yang aku benci, tidak ada yang menghalangiku untuk membicarakannya kecuali karena aku takut akan ditimpa seperti itu”
Mengetahu aib seorang muslim adalah ujian, akankah kita menutupinya jika suatu saat kita tidak suka padanya.
Artikel asli : okezone.com