Pembom Bunuh Diri Akan Diazab di Neraka Dengan Alat yang Dipakai Bunuh Diri

  • Share

Syaikh Abu ‘Abdullah Muhammad bin Shalih bin Muhammad bin Sulaiman bin Abdur Rahman Al-‘Utsaimin At-Tamimi atau Syaikh Ibn ‘Utsaimin atau Syaikh ‘Utsaimin (1925 – 2001) ketika ditanya amal jihad dalam bentuk bunuh diri menjawab: “Pendapat saya dalam hal ini, bahwa ia telah bunuh diri dan akan diazab di neraka jahanam dengan alat yang dipakai bunuh diri tersebut, sebagaimana telah disabdakan Rasulullah dalam hadis yang sahih.”

Hanya saja, ulama Arab Saudi era kontemporer yang ahli dalam sains fiqih dan pernah menjabat sebagai ketua di Hai’ah Kibarul Ulama (semacam MUI di Kerajaan Arab Saudi) ini berfatwa , bagi orang yang tidak mengetahui dan melakukannya dengan anggapan itu baik dan diridhai Allah, “saya berharap Allah mengampuninya, karena ia berbuat dengan ijtihadnya, walaupun saya pandang tidak ada uzur baginya pada zaman sekarang ini, karena bentuk bunuh diri ini telah terkenal dan diketahui orang, dan wajib bagi seseorang untuk menanyakannya kepada ulama, hingga jelas baginya yang benar dari yang tidak benar”.

Ajaibnya, mereka membunuh diri mereka sendiri, padahal Allah melarangnya, sebagaimana firmanNya

وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا

Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. [An Nisa/4 : 29].

Kebanyakan mereka hanya ingin membalas dendam kepada musuhnya dengan segala cara, baik haram atau halal. Sehingga ia hanya ingin melampiaskan dendamnya saja. Kita memohon kepada Allah untuk memberikan kepada kita pengetahuan dalam agama ini dan beramal dengan amal yang Dia ridhai. Sesungguhnya Allah maha kuasa atas segala sesuatu.

Masa Damai
Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) meneguhkan kembali Fatwa MUI nomor 3 tahun 2004 tentang Terorisme bahwa bom bunuh diri di daerah damai hukumnya haram. Pernyataan itu ditandatangani Ketua Umum Dewan Pimpinan MUI KH Miftachlul Akhyar menyusul terjadinya peristiwa bom bunuh diri di Gereja Katederal, Makassar dan aksi penyerangan terduga teroris di markas besar (Mabes) Polri kemarin.

“Bom bunuh diri di daerah damai (dar al-shulh/dar al-salam/dar al-da’wah) hukumnya haram dan bukan merupakan tindakan mencari kesyahidan (‘Amaliyah al-Istisyhad), tapi merupakan salah satu bentuk tindakan keputusasaan (al-ya’su) dan mencelakakan diri sendiri (ihlak an-nafs),” bunyi pernyataan MUI tersebut.

MUI juga mengajak masyarakat untuk berperan aktif mengarusutamakan Wasathiyatul Islam, yaitu pemahaman agama yang berpegang pada metodologi penetapan hukum (manhajiy), dinamis (tathawwuriy), mengedepankan paham (tawassuthy). “Sehingga menjaga diri dari sikap ekstrem, baik dalam bentuk berlebih-lebihan menjalankan agama (ifrath) maupun meremehkan perkara agama (tafrith),” tulis dalam surat pernyataan MUI.

Pendapat Ulama
Yazid bin Abi Habib meriwayatkan dari Aslam Abu Imran, beliau berkata: “Kami memerangi Konstantinopel yang dipimpin oleh Abdurrahman bin Khalid bin Al Walid. Sedangkan tentara Rumawi menyandarkan punggung mereka ke tembok kota (menanti kaum muslimin menyerang). Lalu ada seorang yang menyerang musuh sendirian.

Orang-orang berkata: “Mah mah!! La ilaha illallah, ia ingin menjatuhkan dirinya sendiri ke dalam kebinasaan!”

Abu Ayyub berkata: “Subhanallah! Ayat ini turun pada kami, kaum Anshar, ketika Allah memenangkan NabiNya dan agamaNya.”

Kami menyatakan: “Marilah kita urusi harta kita, lalu turunlah firman Allah: Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Al Baqarah/2:195)”.

Menjatuhkan diri sendiri ke dalam kebinasaan adalah dengan berdiam mengurusi harta dan mengembangkannya dan meninggalkan jihad di jalan Allah.

Lalu Abu Ayyub terus berjihad di jalan Allah sampai dikubur di Konstantinopel dan kuburannya ada disana“.

Abu Ayyub mengkhabarkan kepada kita, bahwa menjatuhkan diri sendiri dalam kebinasaan itu adalah meninggalkan jihad di jalan Allah, dan ayat turun berkaitan dengan hal itu.

Diriwayatkan semisal ini dari Hudzaifah, Al Hasan, Qatadah, Mujahid dan Adh Dhahak.

Imam At Tirmidzi meriwayatkan yang semakna dengan hadis ini, dan berkata: “Ini hadis hasan gharib shahih”.

Abu Anas Ali bin Husain Abu Lauz sebagaimana dipublikasikan almanhaj.or.id menulis para ulama berselisih pendapat tentang seseorang yang dalam peperangan melakukan penyerangan terhadap musuh sendirian.

Al Qasim bin Mukhaimarah, Al Qasim bin Muhammad dan Abdul Malik dari ulama madzhab Malikiyah berpendapat, seseorang diperbolehkan sendirian menyerang tentara yang banyak jika memiliki kemampuan dan niatnya ikhlas untuk Allah.

Apabila tidak memiliki kekuatan, maka itu termasuk menjatuhkan diri sendiri ke dalam kebinasaan.

Sedangkan yang lain ada yang berpendapat, jika menginginkan mati syahid dan berniat ikhlas, maka menyeranglah. Karena, maksudnya ia menyerang seorang dari mereka, dan itu jelas dalam firmanNya,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّشْرِيْ نَفْسَهُ ابْتِغَاۤءَ مَرْضَاتِ اللّٰهِ

Dan diantara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah [Al Baqarah/2:207].

Ibnu Khawaiz Mandad berkata: “Apabila seseorang menyerang seratus atau sejumlah tentara atau sekelompok maling dan perampok serta khawarij, maka memiliki dua keadaan. (Yaitu) jika ia tahu dan diperkirakan ia akan membunuh yang diserang dan ia selamat, maka itu baik. Demikian juga seandainya ia tahu atau diperkirakan ia akan terbunuh, namun akan merusak atau memberikan bala’ (kepada musuh) atau memberikan pengaruh yang bermanfaat bagi kaum muslimin, maka boleh juga.

Al Qurthubi berkata,”Telah sampai berita kepada saya, bahwa tentara kaum muslimin, ketika berjumpa dengan tentara Persia, kuda-kuda perang kaum muslimin lari karena ada gajah. Lalu seorang dari mereka sengaja membuat patung gajah dari tanah dan membiasakan kudanya sampai terbiasa (melihat gajah). Ketika esoknya kudanya tidak lari dari gajah, lalu ia menyerang gajah yang menyerangnya. Maka ada yang menyatakan, ‘Sungguh ia akan membunuhmu,’ maka ia menjawab, ’Tidak mengapa aku terbunuh asal kaum muslimin menang’.”

Demikian juga pada perang Yamamah. Ketika Banu Hanifah berlindung di Hadiqah, seorang muslimin (yaitu Al Bara’ bin Malik) berkata: “Letakkan saya di Al Juhfah, dan lemparkan saya kepada mereka,” lalu mereka lakukan dan ia memerangi Banu Hanifah sendirian, dan berhasil membuka pintu bentengnya.

Saya (Al Qurthubi) berkata,”Termasuk dalam masalah ini juga, diriwayatkan bahwa seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ’Bagaiman pendapatmu jika saya terbunuh di jalan Allah dengan sabar dan mengharap pahala?’

Beliau menjawab, ’Engkau mendapat Surga’.

Lalu ia terjun ke tengah-tengah musuh sampai terbunuh”. Al Qurthubi berkata lagi: “Muhammad bin Al Hasan berkata: ‘Seandainya seorang sendirian menyerang seribu kaum musyrikin, maka tidak mengapa selama ia masih berharap selamat atau memberikan kekalahan kepada musuh. Apabila tidak demikian, maka itu dilarang. Karena, ia membiarkan dirinya untuk binasa tanpa memberi manfaat kepada kaum muslimin.

Jika tujuannya untuk memotivasi kaum muslimin agar berani menyerang mereka, sehingga berbuat seperti yang ia perbuat, maka tidak jauh dari kebolehan dan karena ada kemanfaatan kepada kaum muslimin pada sebagian aspek.

Adapun bila tujuannya menanamkan ketakutan pada musuh dan untuk menampakkan ketabahan dan kehebatan kaum muslimin dalam agamanya maka tidak jauh juga dari kebolehan.

Apabila ada padanya kemanfaatan bagi kaum muslimin, lalu jiwanya hilang untuk kemulian agama dan merendahkan kekufuran, maka inilah kedudukan mulia, yang Allah memuji kaum mukminin dengan firmanNya,

اِنَّ اللّٰهَ اشْتَرٰى مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اَنْفُسَهُمْ وَاَمْوَالَهُمْ بِاَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَۗ

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan Surga untuk mereka. [At Taubah/9:111]

Ikrimah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Beliau bersabda:

أَفْضَلُ الشُّهَدَاءِ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَلِّبِ وَ رَجُلٌ تَكَلَّمَ بِكَلِمَةِ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ فَقَتَلَهُ

“Seutama-utama orang yang mati syahid adalah Hamzah bin ‘Abdul Muthalib dan orang yang menyampaikan kebenaran kepada pemimpin yang jahat, lalu pemimpin itu membunuhnya“.

Adapun membunuh sebagian tentara dan masyarakat dalam operasi seperti ini dengan kondisi kita sekarang ini, maka ia termasuk mengikuti jalan para pelaku kejahatan, karena semua itu tidak lepas dari tipu daya yang diharamkan, menimbulkan gangguan dan madharat terhadap orang yang tidak berdosa, tanpa kemaslahatan yang mu’tabar.

Artikel asli : sindonews.com

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *