Sosok Gus Baha Hafalkan Al Quran 30 Juz Hanya 6 Bulan Saja, Pernah saat Ujian Kertas Jawaban Kosong

  • Share

Gus Baha yang kelahiran 1970 itu mengasuh Pondok Pesantren Alquran di Kragan, Narukan, Rembang, Jawa Tengah.

Nama santri kesayangan almarhum KH Maimoen Zubair ini tersohor karena memiliki pengetahuan mendalam tentang Alquran.

Gus Baha sejak kecil sudah mendapat ilmu dan hafalan Alquran dari ayahnya, KH. Nursalim Al-Hafidz.

Maka tidak heran apabila Gus Baha menjadi ahli tafsir Alquran. Sehingga sangat diidolakan anak-anak muda atau yang biasa disebut kaum milenial.

Metode ceramah Gus Baha yang menggunakan bahasa-bahasa sederhana dan menyejukkan hati juga membuat kiai yang murah senyum itu dikagumi semua kalangan.

Ternyata Gus Baha, menghatamkan Al Quran hanya dalam waktu 6 bulan saja.

Hal itu diceritakan Gus Syafi’ bin Kiai Misbah Ahmad, pengasuh pesantren Al Hidayah, Ketegan, Sidoarjo.

Saat ‘Jadzab’ adalah suatu istilah dalam dunia tasawuf yang berarti suatu keadaan di luar kesadaran (keistimewaan) atau saat Gus Baha punya keistimawaan dan di luar nalar akal.

Gus Baha menghafalkan Al-Quran hanya enam bulan. Beliau Sering deres (menghafal) Al-Qur’an sambil mengajak Gus Syafi berjamaah.

Cara membacanya dengan tartil. Biasanya kalau Mbah Mun (KH Maimoen Zubair) menjadi imam salat, Gus Baha dan Gus Syafi’, iadah (mengulangi) jamaah dengan ikut salat Mbah Mun.

Bahkan Gus Syafi’ yang setor hafalan Al-Qur’an ke Gus Baha ini, ia sering juga disuruh nyemak hafalan Gus Baha. Artinya Gus Baha nglalar hafalan plus sekalian mengajar Gus Syafi’i.

Ada yang menarik, ketika Gus Syafi mau setor hafalan, Gus Baha meminta agar hafalannya dimulai dari juz 16 sampai 30.

Saat ditanya kenapa begitu, jawab Gus Baha, “Sudah tua, menghafalkan dimulai dari juz 16 agar sesuai konteks.”

Saat Gus Baha sudah hafal Al-Qur’an, beliau pernah jadzab.

Saat itu Gus Syafi ujian akhir kelas tsanawiyah dan berbarengan dengan Gus Baha yang juga ujian di kelas Aliyah.

Lembar kertas ujian beredar, dan oleh Gus Baha hanya diisi dengan tulisan والله اعلم بالصواب lalu kertas dikumpulkan.

Kemudian Gus Baha masuk ke Ndalem Mbah Mun yang sedang banyak tamu.

Gus Baha salaman ke Mbah Mun dan setelah itu mengambil air milik Mbah Mun langsung diminum.

Sambil tertawa kecil Mbah Mun bilang, “Lapo, Lapo Baha..”

Waktu jadzabnya berbarengan saat menghapalkan sahih Muslim jilid dua. Waktu jadzab (keistimewaan), bibir Gus Baha sering nderes (membaca) Al-Qur’an dan masa bodoh dengan sekitar.

Kata Gus Syafi, Gus Baha saat mondok sudah “ilmiah” bacaannya. Pemikiran Machiavelli, buku Posmodernisme dan lain-lain juga dibaca.

Waktu ada partai PPP dan PKB, Gus Baha mengajak Gus Syafi membahas agar jangan sampai para santri fanatik.

Dulu Gus Baha suka menggoda santri yang manaqiban. Mereka disenggol kepalanya sambil berkata, “Moco ra ngerti karepe (baca kok tidak paham isinya).”

Hukum Ngaji Secara Online

Kita ketahui, Pengajian KH Bahauddin Nursalim atau Gus Baha sudah banyak tersebar di sosial media Whatsapp, Facebook, Twitter, Youtube, Google, dan radio.

Bahkan di YouTube saat ini banyak ditemukan video pengajian dari para ulama, termasuk materi pengajian dari KH Ahmad Baha’uddin Nursalim, atau yang lebih akrab disapa Gus Baha.

Menurut santri kesayangan KH Maimoen Zubair ini bahwa mengaji secara online atau secara virtual tidak menjadi persoalan, ngaji secara langsung atau bertemu secara langsung sama baiknya.

“Kebaikan itu pasti sudah benar. Jadi mau ketemu langsung maupun tidak secara sanad itu sudah cukup. Ada beberapa kebenaran yang sangat rumit yang butuh penjelasan lebih mendetail. Nah, itu yang harus ketemu langsung,” ujar Gus Baha.

Tapi kalau yang kebenaran-kebenaran bersifat umum kata Gus Baha, itu tidak perlu bertemu secara langsung, karena kebenaran itu bahasa lainnya al-ma’ruf.

“sesuatu yang mudah dikenali oleh akal, oleh nurani, oleh komunitas, oleh sistem sosial. Sementara mungkar itu sesuatu yang aneh. Andaikan tidak ada agama pun, orang akan bilang, selingkuh itu mungkar,” jelasnya.

Oleh karena itu, papar Gus Baha, kebaikan-kebaikan yang dilakukan manusia seperti itu tidak membutuhkan sanad karena setiap orang pasti sudah tahu.

“Kan nggak mungkin kalau orang waras bilang, ini ada minuman, kalau kamu minum hilang kesadaran. Minuman ini halal. Itu aneh nggak? Aneh, kan?,” kata Gus Baha.

“Itu aneh nggak? Aneh, kan?”

Kemudian ada kebenaran-kebenaran yang butuh detail imbuh Gus Baha, seperti wali nikah.

“Wali nikah itu bapaknya dan mbahnya, misalnya.Nah, kalimat dan mbahnya ini salah kalau dalam fiqih Islam, karena mbah dalam bahasa Jawa itu bisa mbah dari ibu.

Sementara, otoritas dalam Islam tidak memberikan hak ke mbah dari ibu.

Jadi wali nikah adalah kakek dari pihak ayah, bukan sekadar mbah. Jadi saran saya, agar kita itu tidak mengambil kesimpulan dari pernyataan ulama secara terburu-buru,” imbuhnya.

Kita ketahui, keistimewaan Gus Baha mengaji tafsir Alquran pada kutipan ayat-ayat tanpa membaca. Artinya beliau hafal dan paham maknanya.

Hanya kiai ‘alim yang berani berceramah di depan ribuan orang tanpa teks dan menafsirkan ayat seketika itu juga berdasarkan pemahaman yang dimilikinya.

Artinya perspektif keilmuan dan basis informasi pengetahuan terhadap sebuah materi bahasan sudah dikuasainya.

Artikel asli : tribunnews.com

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *