Cerita ini awalnya aku tutupi karena malu, Bun.
Tapi aku baru tahu kalau cerita ini disebar oleh mantan suamiku sendiri dan kemudian di-share oleh teman yang dicurhati di Facebook.
Awalnya aku kira aku yang salah, tapi saat cerita itu dia sebar, orang-orang malah membelaku.
Jadi ceritanya begini, Bun, suami punya keyakinan bahwa istri di rumah saja dengan dia sebagai tulang punggung keluarga.
Itu artinya uang belanja pun harus dia yang atur dan aku tinggal nerima uang saja.
Masalah mulai hadir saat kami punya dua anak dan dia hanya memberiku uang per hari Rp50 ribu.
Dia ngga mau tahu, pokoknya uang segitu harus cukup. untuk belanja harian, uang jajan anak, dan kebutuhan rumah.
Saat itu aku menghormati dia dan ngga tega bilang bahwa uang segitu ngga cukup.
Jadi diam-diam aku mulai mencari pemasukan tambahan dengan jualan rempeyek.
Tapi itu pun tetap ngga mencukupi karena jualanku memang ngga selaris itu. Alhasil, aku harus jumpalitan nutupin uang itu untuk kebutuhan rumah tangga.
Yah seperti Bunda bisa tebak ya, uang segitu ngga cukup untuk hidup di Jakarta.
Akhirnya aku pun diam-diam pinjam duit ke orang sekitar. Ternyata suami marah banget, Bun.
Dia bilang aku boros. Ya Allah…boros dari mana jika uang yang dikasih aja ngga cukup untuk belanja sayur dan kebutuhan rumah?
Dia ngga terima penjelasanku dan mulai mengeluarkan kata cerai. Sedih, sakit hati, ngga terima Bun.
Bener-bener dia ngga mikir ya, Bun? Atau memang dia nutupin kekurangannya dengan menuding aku yang ngga bisa atur keuangan?
Apa dia juga ngga memikirkan soal anak-anak kami?
Malu aku, Bun. Jadi janda hanya karena uang belanja. Tapi ternyata dia ngga keberatan share cerita ini ke orang lain.
Mudah-mudahan terbuka mata hatinya bahwa memang ada kekurangan dirinya dalam hal penghasilan..amin!
(Cerita Bunda Titi, bukan nama sebenarnya, Jakarta)
Sumber: haibunda.com