Kalau Anda menganjurkan saya shalat dengan khusyuk dan tenang, berarti Anda juga menganjurkan saya menghi-langkan perintang-perintang ketenangan. Anda tetap bisa shalat, tetapi ketika isya’ itu perut Anda melilit-lilit shalat Anda tidak bisa tenang. Karena itu makanlah lebih dulu. Semoga shalat Anda lebih sempurna.
Tetapi kalau Anda menyuruh seseorang mandi, tidak secara otomatis menyuruh seseorang itu shalat. Begitu juga kalau Anda mendo’akan banyak anak, belum tentu barakah. Malah anak bisa menjadi fitnah yang menyusahkan orangtua dunia akhirat.
Ini tidak berarti Anda tidak boleh meraih kesenangan dan bercanda dengan anak istri. Malah sebagaiman ditunjukkan di awal tulisan ini, kita banyak ditunjukkan dan “diperintahkan” untuk memperoleh kesenangan-kesenangan itu. Bahkan, berjima’ pun bernilai ibadah.
Kalau Anda berhubungan intim, Anda akan mendapat pahala shalat Dhuha. Kalau Anda meremas-remas jemari istri dengan remasan sayang, dosa-dosa Anda berdua berguguran. Kalau Anda menyenangkan istri sehingga hatinya bahagia dan diliputi suka cita, Anda hampir-hampir sama dengan menangis karena takut kepada Allah. SubhanaLlah. Maha Suci Allah. Ia memberi keindahan. Ia juga memberi pahala dan ridha-Nya.
“Barangsiapa menggembirakan hati seorang wanita (istri), “kata Rasulullah Saw., ” seakan-akan menangis karena takut kepada Allah. Barangsiapa menangis karena takut ke-pada Allah, maka Allah mengharamkan tubuhnya dari neraka.”
“Sesungguhnya ketika seorang suami memperhatikan istrinya dan istrinya memperhatikan suaminya,” kata Nabi Saw. menjelaskan, “maka Allah memperhatikan mereka berdua dengan perhatian penuh rahmat. Manakala suaminya merengkuh telapak tangannya (diremas-remas), maka bergu-guranlah dosa-dosa suami-istri itu dari sela-sela jari-jema-rinya.” (Diriwayatkan Maisarah bin Ali dari Ar-Rafi’ dari Abu Sa’id Al-Khudzri R.A.).
Bahkan, pahala yang didapatkan ketika bersetubuh de-ngan istri bisa mencapai tingkat pahala mati terbunuh dalam perang di jalan Allah. Nabi kita Muhammad al- ma’shum bersabda, “Sesungguhnya seorang suami yang mencampuri istrinya, maka pencampurannya (jima’) itu dicatat memperoleh pahala seperti pahala anak lelaki yang berperang di jalan Allah lalu terbunuh.”
Mengenai hadis yang disebut terakhir ini, saya tidak menemukan keterangan lebih lanjut. Tetapi dari berbagai hadis tentang jima’ dan bercumbu, kita mendapati bahwa ke-duanya merupakan sesuatu yang dihormati dan bagi yang melakukannya secara sah, Allah memberi pahala yang besar. Bahkan, orang yang meninggalkan jima’ bisa “keluar dari Islam” (tidak termasuk ummat Muhammad) manakala tindakannya menyebabkan suami atau istri mengalami pen-deritaan.
Wallahu A’lam bishawab.
Sumber: beritaislamterbaru.org