Adapun karomah menurut Mbah Sholeh Darat sesuatu yang nulayani adat (berbeda dari sewajarnya) jika dilihat secara kasat mata. Mereka yang mendapat karomah selalu menunjukkan kepribadian baik dan meniru jejak Rasulullah dengan bekal syariah dan baik secara ideologi serta perilakunya.
Karomah yang dimiliki oleh wali itu tidak hanya tampak ketika hidup saja. Tetapi setelah wafat, waliyullah masih diberi karomah. Dan bagi pengikut ahlussunnah wal jama’ah, kepercayaan terhadap adanya waliyullah dan karomah itu perlu diyakini secara baik. Bahkan empat imam madzhab sudah bersepakat mengenai karomah yang ada para wali ketika hidup maupun sudah wafat.
Empat Mazhab
Lalu, apakah keempat mazhab itu wali yang memiliki karomah Ustaz Ahmad Sarwat, dari Rumah Fiqih, menjelaskan keempat imam mazhab itu bukan tokoh dongeng dunia hayal. “Mereka tidak punya ilmu sakti mandragunanan digjaya, juga tidak punya ilmu ghaib dan kesaktian semacam tokoh dunia pewayangan. Mereka tidak bisa menghilang, atau menunjuk batu menjadi emas, atau melakukan tapa di pinggir sungai,” tuturnya.
Sebaliknya, mereka adalah sosok para intelektual, ilmuwan dan insan cerdas secara nalar dan logika. Mereka tidak dikenal kecuali lewat ilmu-ilmu logika yang teramat eksak.
Para imam mazhab, lanjutnya, adalah tokoh besar dan penemu disiplin ilmu, seperti halnya seorang Pithagoras untuk ilmu trigonometri, atau Isaac Newton dalam ilmu fisika, atau Einstain dalam ilmu nuklir.
“Jadi tidak ada hubungannya dengan urusan karomah, keajaiban, atau hal-hal yang tidak masuk akal lainnya. Urusan yang ghaib seperti itu hanyalah dongeng para penghayal yang jauh dari ilmu eksak. Biasa dijadikan hikayat yang tidak jelas ujung pangkalnya oleh para tokoh tasawuf yang menyimpang,” ujarnya.
Ilmu Hukum dan Logika
Ilmu yang dikembangkan oleh para imam mazhab justru ilmu logika nalar yang sehat dan positif. Tujuannya untuk mendapatkan kesimpulan hukum dari sumber-sumbernya yang utama, seperti Al-Quran dan Sunnah Rasululah SAW.
Mengingat bahwa kedua sumber utama ajaran Islam itu tidak diturunkan dalam bentuk bahasa hukum, tetapi berupa prosa, kisah, laporan pandangan mata atau kutipan statemen.
Sehingga masih dibutuhkan sebuah kerja keras untuk membuat kesimpulannya dengan cara membahas keduanya dengan teliti, cermat, logis dan kritis. Hasilnya adalah sebuah karya berisi kesimpulan-kesimpulan hukum baik urusan ibadah maupun muamalah.
Dan produk yang langsung kita rasakan adalah apa yang terkandung di dalam ilmu fiqih. Sehingga setiap ibadah yang Allah perintahkan itu bisa dipahami teknisnya dengan sedetail-detailnya, lengkap dengan kandungan hukumnya, bahkan bisa dibuatkan kerangka syarat, rukun, sunnah dan ketentuannya secara rinci.
Kerja-kerja itu adalah ijtihad yang kalau pun hasilnya salah, tetap saja sudah dijamin dengan 1 pahala. Dan seandainya benar, maka pahalanya ada dua.
Artikel asli : sindonews.com