Seorang ibu setengah baya – sebut saja Ibu Rina – baru-baru ini bercerita bahwa ia tidak jadi dioperasi oleh dokter kandungan setelah mengamalkan banyak membaca istighfar dan meminta maaf kepada orang-orang di sekitarnya. Hal itu sebagaimana ia kisahkan secara singkat sebagai pengalaman pribadi lewat akun Facebooknya. Tulisan ini merupakan penceritaan ulang dengan berbagai modifikasi atas izinnya.
Ibu Rina adalah seorang pembaca setia NU Online. Banyak ilmu agama ia dapatkan sebagai tambahan dari apa yang sudah dia terima ketika belajar di pesantren belasan tahu lalu. Di antara ilmu tambahan itu adalah tentang adab berdoa dan hal-hal yang dapat menghalangi terkabulnya.
Ilmu itu sangat bermanfaat ketika ia mengahadapi vonis dokter bahwa ia harus menjalani operasi angkat rahim yang disebut histerektomi sehubungan kondisi kandungannya yang melebar.
Dokter mengatakan, “Rahim Ibu harus diangkat. Harus operasi. Rahim Ibu mengalami pelebaran.”
Ibu Rina memang periksa ke dokter setelah berhari-hari mengalami pendarahan. Selama ini ia mengira itu darah haid biasa, tetapi memang tidak wajar. Dari rahimnya terus mengalir darah yang sangat mengganggu kenyamanan dan juga aktivitasnya sehari-hari. Ibu Rina tidak saja seorang ibu rumah tangga tetapi juga seorang guru yang mengajar di sebuah sekolah.
“Astaghfirullah’adzim…” Itulah kalimat pertama yang keluar dari mulut Ibu Rina ketika mendengar saran dokter yang mengatakan ia harus menjalani operasi angkat rahim agar pendarahan bisa berhenti. Saran itu terdengar bagaikan petir di siang hari yang cerah. Tak ada mendung, tak ada rintik hujan, tiba-tiba petir menggelegar dengan kerasnya.
Betapa tidak! Trauma lama akibat dua kali operasi caesar ketika melahirkan dua putranya berturut-turut belum sembuh benar, kini ia diperintahkan menjalani operasi lagi!
“Pak dokter, saya belum siap operasi lagi. Sudah dua kali saya menjalani operasi caesar. Rasanya baru kemarin kedua operasi itu berlangsung. Saya takut dok kalau harus operasi lagi. Apalagi dalam waktu dekat ini. Mohon Pak dokter untuk sementara saya cukup diobati saja untuk mengurangi pendarahan sambil menunggu saya berani dioperasi lagi.”
“Baik Ibu, untuk sementara cukup diobati saja dulu sambil menunggu kesiapan Ibu menjalani operasi,” jawab dokter itu menyetujui usul Ibu Rina.
Dari rumah sakit, Ibu Rina pulang ke rumah. Dipikirkannya dalam-dalam permasalahan yang dihadapinya. Ia sadar Allah sedang mengujinya. Ia berharap Allah akan memberinya kesabaran agar ia lulus dari ujian-Nya.
Dalam kegalauannya ia teringat akan ilmu yang telah diterimanya bahwa sebaik-baik doa adalah istighfar. Ia pernah membaca dari laman NU Online tentang dahsyatnya istighfar bahwa menurut Sayyidina Ali bin Abi Thalib ada satu doa pendek namun bisa mengeluarkan dari kesusahan yakni memperbanyak istighfar. Artinya dengan memperbanyak istighfar, doa seseorang akan sangat diperhatikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Tak hanya itu, ia juga pernah membaca dari berbagai sumber bahwa agar doa mudah dikabulkan, maka doa harus dipanjatkan dengan sepenuh keyakinan bahwa Allah akan mengabulkannya. Namun ia juga tidak lupa bahwa pengabulan doa bisa terhambat dan bahkan bisa ditolak jika orang yang berdoa itu hatinya lalai dari mengingat Allah. Apalagi jika pendoa itu memiliki banyak kesalahan kepada sesama manusia.
Ia paham. Jalan keluar dari kedua masalah tersebut adalah memperbanyak istighfar dan meminta maaf kepada orang-orang yang mungkin pernah ia salahi. Untuk itulah setiap hari Ibu Rina berdoa kepada Allah agar diberi-Nya keberanian menjalani operasi. Atau cukuplah Allah memberinya kesembuhan tanpa harus operasi.
“Ya Allah, hamba-Mu berharap agar Engkau menyembuhkan penyakit hamba ini tanpa operasi.”
Doa itu dibacanya berulang-ulang dengan diselingi bacaan istighfar. Pada saat yang sama Ibu Rina menyempatkan diri menemui kedua orang tua dan juga mertua untuk secara khusus memohon maaf atas kesalahan-kesalahannya sekaligus memohon doa restu agar penyakitnya sembuh tanpa operasi. Hal yang sama juga dilakukannya terhadap suami dan teman-teman dekat serta para tetangga.
Dua minggu kemudian Ibu Rina kembali ke dokter yang menanganinya. Kali ini ia mengatakan bahwa ia belum siap dioperasi. Ia masih takut. Ia kembali meminta diberi obat untuk mengurangi pendarahan. Dokter sekali lagi menyetujui usulan Ibu Rina.
Pada minggu kelima Ibu Rina kembali ke dokter dengan diantar keluarga. Kali ini ia membawa serta beberapa pakaian dan beberapa kelengkapan ke rumah sakit. Ia sudah siap dioperasi setelah lebih dari sebulan lamanya menata hati dan mental untuk menjalani operasi. Ia sudah berserah diri sepenuhnya kepada Allah. Ia tidak takut lagi dioperasi namun tetap berdoa agar penyakitnya sembuh tanpa dokter harus mengoperasi rahimnya.
Allah Maha Besar. Keajaiban terjadi. Dokter yang menanganinya mengatakan Ibu Rina tidak perlu operasi rahim karena dari hasil USG diketahui kondisi rahim Ibu Rina sudah membaik. “Sudah normal. Soal pendarahannya yang masih terjadi tetap kita obati dengan obat yang lebih baik. Insyaallah sembuh semua dan tuntas.”
Mendengar apa yang dikatakan dokter Ibu Rina hanya bisa berucap “alhamdulilah…” sambil membiarkan kedua pipinya basah oleh derai air mata dari kedua pelupuk matanya yang tak mampu dia bendung.
Artikel Asli : nu.or.id