Tanggung resikonya jika melewati batas.
Bun suami kerja keluar kota, pulangnya mesti selalu lama? Umar bin Khattab pernah bertanya tentang batasan waktu istri tahan ditinggal suami, pada putrinya Hafsah. Begini jawabannya.
Setiap manusia pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Begitu pula halnya dengan seorang wanita. Kelemahan wanita salah satunya dapat terlihat tatkala dirinya ditinggalkan suami berpergian jauh untuk sementara apalagi jika selamanya.
Dalam kitab Raudhah Al-Muhibbin, Ibnu Qayyim Al-Jauzi menjabarkan mengenai kisah-kisah perempuan yang menunjukkan kelemahannya lantas bermunajat karena ditinggal oleh suami.
Kisah Umar bin Khattab dengan Seorang Wanita yang Ditinggal Suami
Di masa Khalifah Umar bin Khattab, misalnya, tak sengaja saat ronda berkeliling wilayah, Jarir bin Hazim mendengar seorang perempuan berkata dari dalam rumah.
“Malam ini terasa panjang dan gelap gulita. Hatiku pilu karena tiada kekasih mendampingi. Andai bukan karena Allah SWT, tentu masih ada kehidupan di atas tempat tidur ini. Aku takut kepada-Nya dan rasa malu menghantui. Akan kujaga kehormatan suami semoga dia cepat kembali,” kata perempuan itu.
Perempuan itu kemudian melanjutkan kata-katanya sambil menghela nafasnya dalam-dalam : “Mungkin nestapa yang kualami malam ini adalah masalah yang amat remeh bagi Khalifah Umar bin Khattab.”
Kabar mengenai perkataan perempuan tersebut pun langsung sampai ke telinga Sayyidina Umar bin Khattab. Beliau pun segera mengunjungi rumah perempuan itu dan langsung mengetuk pintu rumahnya. Kemudian, si perempuan menjawab:
“Siapa yang mengetuk pintu rumah wanita yang ditinggal pergi suaminya malam-malam begini?”.
“Bukakan pintu!” kata Sayyidina Umar.
Namun perempuan itu pun menolak membukakan pintu rumahnya. Lalu Umar kembali memintanya membukakan pintu, tetapi si perempuan tetap menolak dengan tegas.
“Demi Allah, seandainya Amirul Mukminin mengetahui tindakanmu ini, pasti dia akan menghukummu.”
Sayyidina Umar tahu bahwa perempuan itu sangat setia dan kukuh menjaga kehormatan diri dan suaminya. Oleh sebab itulah, kemudian beliau berkata: “Aku adalah Amirul Mukminin.”
Si perempuan membalas: “Kau pendusta. Kau bukan Amirul Mukminin.”
Akhirnya, Sayyidina Umar berkata lebih keras dan tegas sehingga akhirnya perempuan itu tahu bahwa orang yang berada di luar rumahnya benar sang Amirul Mukminin. Kemudian perempuan itu membukakan pintu.
Sayyidina Umar kemudian bertanya:
“Wahai wanita, apa saja yang kau katakan (tentang suamimu), dan kemana perginya suamimu?”
Si perempuan menjawab bahwa suaminya sedang pergi untuk berjuang di medan perang. Maka, setelah obrolan singkat, Sayyidina Umar pergi meninggalkan rumah itu dan memerintahkan seorang kurir untuk meminta suami wanita itu pulang dari medan perang.
Umar Bertanya kepada Hafsah
Usai kejadian itu, Sayyidina Umar lantas menemui Hafsah putrinya dan bertanya:
“Wahai putriku, berapa lamakah seorang wanita bisa tahan berpisah dengan suaminya?”. Hafsah menjawab: “Bisa sebulan, dua bulan, tiga bulan. Setelah empat bulan, dia sudah tak mampu bersabar.”
Maka, sejak peristiwa itu, Sayyidina Umar menetapkan jangka waktu empat bulan bagi setiap orang yang dikirimkan ke medan perang.
Batasan waktu itu sesuai dengan batasan yang telah ditetapkan Allah dalam masalah ila’, yakni empat bulan. Pada waktu tersebut, Allah SWT mengetahui bahwa kesabaran wanita dapat habis setelah empat bulan dan kemungkinan besar ia tak akan mampu bersabar setelah waktu itu.
Maka, jangka waktu empat bulan itulah yang ditetapkan bagi laki-laki menjatuhkan ila’.
Setelah jangka waktu itu, dia dapat memerintahkan istrinya untuk memilih apakah tetap dalam perkawinan ataukah diceraikan. Kemudian, setelah empat bulan, daya tahan seorang istri melemah sebagaimana yang dituliskan seorang penyair:
“Setiap saat menyeru diiringi tangis dan kesabaran. Setelah sekian lama di antara kita ada perpisahan, dengan penuh sedu tangis dia memberikan jawaban. Dan tiada jawaban yang lebih baik dari kesabaran.”
Sungguh begitu bijaksananya Umar bin Khattab dalam memimpin masyarakatnya. Bahkan terkait masalah rumah tangga pun, dia turut ambil andil demi ketentraman dan kebahagiaan masyarakat yang dipimpinnya itu.
Selain itu kejadian ini juga bisa diambil pelajaran bagi para suami dan istri dalam berumah tangga. Sehingga suami tidak meninggalkan istri diluar waktu kesabaran istri. Dengan begitu, inshaallah rumah tangga akan selalu harmonis.